Senin, 26 November 2012

FOREIGN POLICY ORGANIZATION


FOREIGN POLICY ORGANIZATION

Pendahuluan
            Tulisan ini merupakan paper yang membahas pengorganisasian kekuatan yang dilakukan dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri serta factor-faktor yang member pengaruh dalam proses tersebut.

Pembahasan
Politik luar negeri didefinisikan sebagai rencana komprehensif yang dibuat dengan baik, didasarkan pada pengetahuan dan pengalamaan, untuk menjalankan bisnis pemerintahan dengan negara lain. Bahkan sikap Amerika yang sempat melakukan isolasi dari dunia Internasional merupakan salah satu bentuk politik luar negerinya. Politik luar negeri ditujukan pada peningkatan dan perlindungan kepentingan bangsa. Menurut K. J. Holsti : politik luar negeri adalahforeign policy also incorporates ideas that are planned by policy makers in order to solve a problem or uphold some changes in the environment, which can be in the forms of policies, attitudes, or actions of another states or states”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa politik luar adalah sebuah tindakan yang dilakukan sebuah negara sebagai respon terhadan usaha perlindungan dan pencapaian kepentingan nasionalnya dan juga refleksi dari arah kebijakan serta perilaku politik sebuah negara terhadap negara lain dan juga politik internasional.
Dalam proses pengambilan dan pengaplikasian politik luar negeri terdapat sebuah proses yang sangat panjang dan juga kompleks yaitu proses decision making proses, proses pembuatan kebijakan ini sendiri tidak serta merta bebas dari pengaruh-pengaruh dari subtansi-subtansi politik lain, pengaruh tersebut datang dari dalam (internal) dan luar (eksternal).Yang termasuk pengaruh internal adalah individu, grup, birokrasi, dan sistem nasional sedangkan yang termasuk pengaruh eksternal adalah sistem global yang menaungi negara-negara di dunia. Adapun mengenai pengaruh-pengaruh tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini :
·         Individu atau ideosinkretik. Hal ini berkaitan dengan aktor yang mengeluarkan politik luar negeri suatu negara, apakah itu seorang menteri luar negeri ataukah seorang presiden maupun perdana menteri. Menurut Coulumbis dan Wolfe, variabel ini berkaitan dengan persepsi, image dan karakteristik pribadi si decision-maker dalam merumuskan politik luar negeri.
·         Grup, grup ini dapat dipahami akan adanya kelompok kepentingan atau interest group yang ada dalam suatu negara. Secara tidak langsung,interest group ini juga ikut andil dalam memberikan pertimbangan perumusan politik luar negeri. Sebagai contoh di Amerika Serikat banyak sekali terdapat kelompok-kelompok kepentingan, salah satunya adalah Lobi Yahudi. Kelompok kepentingan ini berupaya agar kebijakan-kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh AS tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa Yahudi, Israel. Hal ini terbukti bahwa selama ini kebijakan-kebijakan AS di Timur Tengah cenderung pro-Israel.
·         Birokratis, variabel ini menyangkut struktur dan proses pemerintahan serta efeknya terhadap politik luar negeri. Dalam suatu negara pasti terdapat birokrasi yang secara tidak langsung membantu fungsi pemerintahan, sehingga birokrasi ini cukup berperan dalam pengambilan keputusan politik luar negeri. Sebagai contoh adalah di Amerika dibentuk suatu badan mengenai keamanan nasionalnya yang dinamakan National Security Council (NSC). NSC ini berperang memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah Amerika Serikat mengenai kondisi maupun persepsi keamanan bagi Amerika Serikat. Secara tidak langsung, badan ini memberikan kontribusi dalam perumusan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang menyangkut hal keamanan.
·         Sistem nasional, yang dimaksud dengan sistem nasional adalah keseluruhan elemen nasional yang ada pada suatu negara. Yang termasuk variabel nasional adalah lingkungan, populasi, moral, sumber daya alam, sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi. Atau dengan kata lain atribut nasional ini sesuai dengan konsepsi Morgenthau mengenai “National Power” yang dimiliki suatu negara. Adanya national power ini setidaknya memberikan suatu fondasi bagi perumusan politik luar negeri suatu negara. Yang terakhir adalah elemen eksternal yang berupa sistem global. Sistem global ini dapat dipahami sebagai kondisi tatanan dunia yang ada dalam sistem internasional. Selain itu, aktor-aktor lain seperti negara lain, NGO, teroris, dan lain sebagainmya juga ikut dipertimbangakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi decision-making process dalam politik luar negeri suatu negara.

Karena secara tidak langsung politik luar negeri suatu negara juga merupakan respon suatu negara terhadap kondisi lingkungan eksternalnya. Sebagai contoh adalah containment policy Amerika Serikat yang ditujukan kepada negara-negara Eropa Barat untuk membendung pengaruh komunisme di wilayah tersebut. Hal tersebut dilakukan oleh Amerika Serikat sebgai respon atas tindakan Uni Sovyet yang telah memasukkan negara-negara Eropa Timur ke dalam pengaruhnya melalui ideologi komunis.
Dalam prakteknya, politik luar negeri tidak dapat digeneralisasi bahwa ada satu faktor merupakan faktor yang dominan. Karena keempat faktor tersebut bersinergi membentuk suatu pemahaman akan keputusan politik luar negeri yang dibuat oleh suatu negara. Politik luar neegri yang dibuat oleh suatu negara, pastinya telah mempertimbangkan kelima faktor tadi sebagai determinannya. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kepentingan nasional suatu negara. Perumusan politik luar negeri suatu negara tak terlepas dari kepentingan nasional negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, Ketika kepentingan nasional suatu negara terancam, maka politik luar negeri akan dikeluarkan sebagai salah satu upaya dalam mengamankan kepentingan ansional negara yang bersangkutan

Simpulan
            Politik luar negeri didefinisikan sebagai rencana komprehensif yang dibuat dengan baik, didasarkan pada pengetahuan dan pengalamaan, untuk menjalankan bisnis pemerintahan dengan negara lain. Bahkan sikap Amerika yang sempat melakukan isolasi dari dunia Internasional merupakan salah satu bentuk politik luar negerinya. Politik luar negeriditujukan pada peningkatan dan perlindungan kepentingan bangsa.



Referensi
Couloumbis, Theodeore A. & Wolfe, James, Pengantar Hubungan Internasional Keadilan dan Power, 3rd Editions, New Jersey, Prentice Hall, 1986.

Holsti, K. J., International Politics,  A Framework for Analysis, 4th Edition, London, Prentice Hall, 1983.

Kissinger, Henry A., “Domestic Structure and Foreign Policy”, in Henreider, Wolfham F. ed.,Comparative Fpreign Policy, Theoretical Essays, New York, Davud McKay, 1971, p.133
Modelski, George, A Theory of Foreign Policy, New York, Praeger, 1962. 

Foreign Policy Assassment


Foreign Policy Assassment
Pendahuluan
Tulisan ini merupakan rangkuman mengenai foreign policy assessment  atau biasa disebut pengkajian politik luar negeri. Pengkajian ulang ini lebih terfokus pada kebiasaan pembuatan kebijakan luar negeri pada masa lalu dan saat ini. Dalam tulisan ini dijelaskan secara umum mengenai pengujian tersebut berdasarkan referensi-referensi yang relevan dengan pembahasan.

Pengkajian Politik Luar Negeri
Politik luar negeri, menurut R.P. Barston, terbagi dalam:
1.      Bagian pertama yakni sebuah generalisasi pernyataan mengenai tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan suatu negara, serta dipublikasikan atau diumumkan kepada masyarakat
2.      Bagian kedua yakni sekumpulan isu-isu yang bersifat kewilayahan suatu negara.
3.      Bagian ketiga adalah permasalahan rutin para aktor negara yang berada dibidang hubungan dengan luar negeri.
Ketiga pembagian ini telah menunjukkan bahwa politik luar negeri ini menyangkut keseluruhan aktivitas yang  berkaitan dengan negara lain atau aktor lain di luar dari negaranya. Kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan politik luar negeri pun juga sangat beragam. Hal ini lah yang perlu dianalisa dalam pengkajian ulang politik luar negeri tersebut.
Pengkajian politik luar negeri ini biasanya memiliki tiga tahap dalam prakteknya. Tahap pertama yaitu menganalisa kegiatan jangka pendek suatu negara. Misalnya pembahasan ekonomi pasca menjalin hubungan diplomatik, pidato kenegaraan di negara lain, dan sebagainya. Tahap kedua yaitu pembahasan kegiatan yang berjangka lebih panjang. Kegiatan ini biasanya akan dikaji berdasarkan periodenya. Misalnya agenda per tahun dari suatu negara dengan negara di regionalnya. Tahap ketiga yaitu mengkaji tentang prospek kedepan suatu negara menyangkut hubungannya dengan negara lain. Misalnya memutuskan suatu kebijakan yang akan berpengaruh terhadap hubungan negara tersebut dengan negara lain kedepannya.
Tatanan Politik Luar Negeri
Pengaruh politik luar negeri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu dipengaruhi oleh domestik dan internasional. Pengaruh domestik dapat dimisalkan seperti lokasi, sejarah latar belakang, budaya, keadaan ekonomi dan politik, dan sebagainya. Sedangkan pengaruh internasional antara lain struktur sistem internasional pada saat itu, hubungan dengan negara lain,  kondisi ekonomi internasional, dan sebagainya.


Dari pengaruh internal dan eksternal tersebutlah tatanan politik dibentuk oleh suatu negara. Sehingga bentuk politik luar negeri tiap negara itu akan berbeda-beda. Negara yang memiliki kondisi domestik yang stabil akan cenderung memperkuat politik luar negerinya hingga memiliki bargaining position yang tinggi. Namun, negara yang kondisi domestiknya bergejolak akan disibukkan dengan urusan dalam negeri sehingga tidak terlalu fokus dengan politik luar negeri. Perkembangan politik luar negeri juga sangat fluktuatif. Ada kalanya suatu negara memiliki tatanan politik luar negeri yang kuat, ketika keadaan nasionalnya stabil. Tetapi juga ada masa tatanan politik luar negerinya melemah, ketika kondisi nasionalnya mengalami krisis.
Karakteristik Politik Luar Negeri
Dalam pengujian ulang politik luar negeri, ada yang disebut sebagai kepentingan inti dan kepentingan sekunder. Kepentingan inti ini terkait pada dasar dari suatu negara dalam berhubungan dengan negara lain. Kepentingan inti ini yang membentuk pola hubungan suatu negara sertapola dari politik luar negerinya. Sehingga, jika negara benar-benar tidak memiliki kepentingan sama sekali dengan suatu pihak, maka tidak akan terjalin hubungan dengan pihak tersebut. Selanjutnya adalah kepentingan sekunder. Kepetingan ini tidak terlalu prioritas daripada kepentingan inti. Tetapi keberadaannya tetap harus diperlukan dalam menjalin pola hubungan luar negeri.
Pengkajian jangka panjang juga memerlukan pemisahan antara aksi atau tindakan yang harus dilakukan segera dengan serta tindakan yang menjadi tujuan jangka panjang. Hal ini sesuai dengan karakteristik politik luar negeri yang beraneka ragam.
Simpulan
Pengkajian ulang politik luar negeri atau foreign policy assessment adalah tindakan suatu negara atau pihak yang berwenang dalam suatu negara untuk mempelajari kebijakan luar negeri yang telah diputuskannya. Ada beberapa jenis pembagian dari kebijakan luar negeri berdasarkan pembuatannya, prioritasnya, dan sifatnya yang perlu dipisahkan satu sama lainnya. Pengujian ini dilakukan agar keefektifan dari kebijakan ini lebih maksimal dan meminimalisir kesalahan-kesalahan pengambilan langkah di kancah internasional.
Foreign policy assessment ini dapat menjadi jalan keluar yang bagus bagi negara berkembang jika dimaksimalkan dengan baik. Karena dengan me-review kembali setiap kebijakan-kebijakan yang diambil, akan ada perbaikan-perbaikan untuk masa mendatang.

Referensi
Barston, R. (1988). Modern Diplomacy. London: Longman.

NEGOSIASI


Pendahuluan
            Negosiasi adalah salah satu instrument penting dalam diplomasi. Negosiasi merupakan alat yang digunakan dalam penyelesaian konflik internasional. Dalam tulisan ini akan menjelaskan mengenai definisi negosiasi dan teknik-teknik negosiasi yang penulis ambil dari berbagai referensi yang relevan.

Pembahasan
            Adam Watson (1982) mengkarakteristikkan hubungan diplomasi sebagai negosiasi-negosiasi antarkesatuan politik yang mana keduanya diketahui  bersifat independen. Itu artinya sesuai dengan pernyataan G.R. Berridge bahwa kegiatan dalam hubungan internasional lebih kepada negosiasi ketimbang paksaaan, propaganda, atau permasalahan hukum atau melalui berbagai alat-alat perdamaian yang nantinya secara langsung dan tak langsung mengarah dalam kegiatan negosiasi.
Dalam jurnal yang berjudul The Nature of Negotiation juga dijelaskan bahwa terdapat perbedaan antara negosiasi dan bargaining. Bargaining mendeskripsikan iklim kompetitif, situasi win-lose, flea market, dan semacamnya. Sementara dalam term negosiasi lebih kepada situasi win-win.
Macam-Macam Negosiasi
Secara umum, berdasarkan berlangsungnya proses negosiasi ada dua macam negosiasi:
1.      Negosiasi kooperatif merupakan jenis negosiasi dimana konflik dapat diminimalisir dan seluruh gagasan yang ada difokuskan pada tujuan untuk mencapai solusi yang terbaik bagi semuanya. Sifat dari negosiasi ini anatar lain: membuka informasi seluas-luasnya, mempertimbangkan sejumlah alternatif, fleksibel, membantu pihak lainnya dalam menyampaikan gagasan, dan keputusan bersifat win-win solution.
2.      Negosiasi kompetitif merupakan negosiasi di mana terjadi suasana tidak ramah sebab masing-masing pihak berusaha mendapatkan tawaran yang lebih baik dari lainnya. Oleh karenanya dalam situasi negosiasi tersebut diperlukan seni dalam menyatakan penawaran terbuka serta keterampilan dalam mendiginkan situasi konflik serta bersikap tegas dalam menjaga posisi pengendali.
Namun dalam prakteknya, hampir semua negosiasi yang terjadi merupakan kombinasi dari dua macam negosiasi di atas.


Negosiasi terjadi dengan beberapa alasan, diantaranya: untuk membuat persetujuan mengenai bagaimana berbagai atau menentukan sumber daya yang terbatas, seperti tanah, properti, atau waktu, untuk menciptakan ‘sesuatu yang baru’ yang mana suatu negara tidak mampu menciptakannya seorang diri dan untuk menyelesaikan masalah atau pertikaian antarnegara.
Kendati sebagian besar manajemen konflik menemukan resolusinya melalui negosiasi, terdapat beberapa situasi yang menghindari adanya proses negosiasi (J.V. Levinson, Smith, dan Wilson, 1999):
1.      When you’d lose the farm. Kondisi yang mengancam untuk kehilangan segalanya.
2.      When you’re sold out. Ketika mengalami suatu kesulitan dalam bernegosiasi.
3.      When the demands are unethical. Ketika pihak lawan meminta dukungan pada sesuatu yang ilegal, tidak etis, dan tidak bermoral. Ini demi menjaga reputasi.
4.      When you don’t have time. Ketika seorang penegosiasi mengalami tekanan waktu ia akan bertindak jauh lebih tidak bijaksana ketimbang biasanya.
5.      When they act in bad faith. Menghentikan negosiasi ketika lawan menunjukkan etiket buruk dan tidak dapat dipercaya.
6.      When waiting would improve your position. Ketika menunggu memberi kemungkinan untuk meningkatkan posisi.
7.      When you’re not prepared. Saat tidak siap bernegosiasi akan lebih baik melakukan negosiasi jika telah siap.
Dengan kata lain, terkadang negosisasi pun harus dihindari dengan beberapa alasan diatas. Apabila negosiasi masih tetap dilaksanakan, justru akan menghancurkan diri sendiri.

Taktik dalam Negosiasi
            Dalam bernegosiasi dibutuhkan taktik-taktik tertentu yang sering dilakukan oleh para negosiator. Berikut ini ada Sembilan taktik yang digunakan dalam negosiasi.[1]
1.      Mengeryit ( The Wince )
Taktik ini dikenal juga dengan istilah Terkejut ( Flinch ) merupakan reaksi negatif terhadap tawaran seseorang. Taktik ini digunakan apabila negosiasi berada pada posisi menguntungkan pihak lawan.
  1. Berdiam ( The Silence )
Taktik ini digunakan apabila negosiator tidak suka dengan tawaran pihak lawan. Tidak banyak orang yag mampu bertahan dalam kesunyian panjang sehingga dengan begitu, pihak lawan akan memberikan konsesi atau kelonggaran.


  1. Ikan Haring Merah ( Red Herring )
Istilah ini diambil dari kompetisi tua di Inggris, Berburu Rubah ( Fox Hunting Competition ). Dalam kompetisi ini, tim lawan akan menyeret dan membaui jejak rubah ke arah lain dengan ikan. Sehingga, anjing lawan akan terkecoh dan kehilangan jejak. Sama halnya saat negosiator membawa "ikan amis" atau isu lain ke meja perundingan untuk mengalihkan perhatian dari isu utama bahasan.
  1. Kelakuan Menghina ( Outrageous Behaviour )
Segala bentuk perilaku - biasanya dianggap kurang bermoral dan tidak dapat diterima oleh lingkungan- dengan tujuan memaksa pihak lain untuk setuju. Seperti pihak manajemen muak dengan tuntutan yang dianggap tidak masuk akal dan terpaksa menandatangi kontrak dengan air mata kemudian membuangnya secara ganas dan dramatis seolah - olah diliput oleh media. Tujuan dari taktik ini adalah untuk menggertak orang - orang yang terlibat dalam negosiasi.
  1. Yang Tertulis ( The Written Word )
Adalah persyaratan ditulis dalam perjanjian yang tidak dapat diganggu gugat. Perjanjian, sewa guna usaha ( leasing ), atau harga di atas pahatan batu dan sekarang di kertas ( uang ) adalah contoh - contoh Yang Tertulis.
  1. Pertukaran ( The Trade-off )
Taktik ini digunakan untuk tawar - menawar. Pertukaran hanya menawarkan konsesi, sampai semua pihak setuju dengan syarat - syarat. Sebenarnya, taktik ini dipakai untuk kompromi.
  1. Ultimatum ( The Ultimatum )
Penggunaan ultimatum kadang-kadang ( seldom ) efektif sebagai taktik pembuka dalam negosiasi. Namun, suatu saat dalam sebuah negosiasi yang panjang saat Anda merasa Anda perlu menggunakan taktik ini.
  1. Berjalan Keluar ( Walking Out )
Pada beberapa situasi, berjalan keluar dapat digunakan sebagai strategi untuk memberikan tekanan pada pihak lain.
  1. Kemampuan untuk Mengatakan "Tidak" ( The Ability to Say "No" )
Sebuah taktik memepang peran sangat penting dalam segala macam strategi negosiasi dan cara menyampaikannya secara tepat. Pertama dan paling dasar untuk mempelajari taktik ini adalah bahwa apa pun bila mengatakan 'tidak' secara langsung, diterjemahkan oleh pihak lain sebagai 'ya'.



Simpulan
Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal. Negosiasi merupakan proses tawar-menawar secara langsung antara dua pihak atau lebih, untuk mencapai tujuan tertentu. Negosiasi merupakan salah satu alat dalam penyelesaian konflik internasional. Cara penyelesaian konflik yang pertama kali dilakukan adalah negosiasi. Ketika negosiasi tidak berhasil dalam diplomasi, maka akan dilakukan diplomasi dengan cara lain yang mungkin lebih keras.

Referensi

Dolan, Patrick John. Smart Negotiating: It’s a Done Deal. 2006. Canada. Entrepreneur Press.

Seng, Joo Seng; Elizabeth, Ngah-Kiing Lim. Strategies for Effective Cross – Cultural Negotiation: The FRAME Approach. 2004. Singapore. McGrawHill.

Watson, Adam. 1982. Diplomacy: The Dialogue Between States. London: Eye Methuen.

Zartman, I. William. 2008. Negotiation and Conflict Management: Essays on theory and practice. New York: Routledge Handbook Publishing

———. The Nature of Negotiation



[1] Dolan, Patrick John. Smart Negotiating: It’s a Done Deal. 2006. Canada. Entrepreneur Press. Hal 96-106

FIVE OBJECTIVES OF NEGOTIATION


FIVE OBJECTIVES OF NEGOTIATION
Pendahuluan
Tulisan ini merupakan rangkuman mengenai lima objek yang terdapat dalam proses negosiasi. Negosiasi adalah langkah yang diambil untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam tulisan ini menjelaskan mengenai lima objektif dari negosiasi yang diambil dari buku How Nations Negotiate karya Fred C.Ikle.
Pembahasan
Negosiasi adalah salah satu dari beberapa instrumen diplomasi yang sering digunakan oleh negara. Negosiasi merupakan sebuah proses tawar-menawar antara dua atau lebih pihak yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu. Di dalam proses negosiasi terdapat tujuan yang mungkin memiliki persamaan atau justru tujuan-tujuan yang memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Persamaan tujuan di dalam proses negosiasi akan lebih memudahkan para negosiator dalam mencapai sebuah kesepakatan. Namun negosiasi justru akan memakan waktu yang sangat lama jika di dalam proses tersebut terdapat perbedaan kepentingan yang sangat besar. Hal ini dikarenakan masing-masing pihak akan mempertahankan kepentingan yang mereka miliki.
Menurut Fred C. Ikel membagi tujuan-tujuan negosiasi menjadi lima jenis. Jenis-jenis tersebut adalah:
1.      Existension agreements :  melanjutkan persetujuan yang sudah ada sebelumnya.
2.      Normalization of agreements : mengakhiri suatu konnflik atau membentuk sebuah hubungan diplomatik baru.
3.      Redistribution agreements : merubah kepentingan atau mengorbankannya untuk mendapatkan kepentingan yang lebih urgent.
4.      Innovation agreements : membuat suatu hubungan atau kewajiban baru di antara pihak-pihak berkepentingan.
5.      Effect not concerning agreements : propaganda, mengerahkan intelijen, atau mengkonfrontasi lawan
Extension agreement adalah proses perluasan kesepakatan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pada negosiasi terdahulu yang telah dilaksanakan sebelumnya. Misalkan memperpanjang hubungan diplomasi antara dua Negara, mempertahankan basis militer, ataupun kesepakatan mengenai penanganan perubahan iklim (Climate Change). Apabila kesepakatan tidak dapat dicapai, maka yang terjadi adalah perubahan status quo, seperti terhentinya hubungan antara pihak-pihak yang melakukan negosiasi. Pada bagian ini negosiasi dilakukan dengan adanya permasalahan baru yang memiliki keterikatan dengan rancangan perjanjian yang lama. Dengan demikian rancangan kesepakatan terdahulu tersebut akan mengalami perluasan. Di dalam negosiasi tahap kedua ini kesepakatan merupakan tujuan utama.



Normalization agreement merupakan negosiasi yang memiliki tujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pihak-pihak yang berkonflik. Di dalam tahapan ini kesepakatan tetap merupakan hal dasar yang harus dicapai. Namun jika tidak tidak tercapai  kesepakatan maka pendapat umum dan semua kekuatan dalam negeri akan memberikan tekanan untuk menyepakati hal tersebut atau sebaliknya akan memperuncing konflik tersebut. di dalam tahap ini penggunaan instrument militer akan sangat mendominasi dalam mengganggu stabilitas lawan negosiasi.
Redistribution agreement merupakan proses negosiasi yang bertujuan untuk membicarakan kembali kesepakatan lama dengan penjelasan yang lebih rinci mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terkait di dalam proses negosiasi sebelumnya tersebut. di dalam proses ini negosiasi dilakukan dengan menggunakan kesepakatan lama sebagai acuan utama. Namun di dalam proses ini terdapat penyesuaian yang berkaitan dengan berbagai penyesuaian yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terkait. Proses negosiasi ini terdapat ketimpangan negosiasi. Hal ini dikarenakan terdapat pihak yang membebani pihak lawan dengan pemberian kewajiban dan berbagai hak-hak baru yang berkaitan dengan kesepakatan awal.
Innovation agreement merupakan tahapan negosiasi yang dilakukan dengan tujuan untuk membentuk perjanjian baru yang masih berkaitan dengan permasalahan yang lama atau justru menambahkan usulan baru pada kesepakatan yang sebelumnya. Di dalam proses negosiasi ini akan sangat di dominasi oleh kegiatan tawar menawar kedua belah pihak dalam menyuntikan ide ataupun tujuan-tujuan baru kedalam sebuah kesepakatan yang terdahulu. Para negosiator biasanya akan melakukan teknik diskriminatif yang sangat berperan dalam memberikan penawaran agar ide baru tersebut dapat diterima oleh pihak-pihak yang melakukan negosiasi. Ketimpangan negosiasi juga terjadi di dalam tahapan ini karena biasanya akan terdapat pihak-pihak yang terpaksa menyetujui perubahan tersebut.
Effect not concerning agreement merupakan klasifikasi terakhir di dalam proses negosiasi tersebut. hal ini berkaitan dengan efek yang dihasilkan atas terjadinya proses negosiasi yang membahas sebuah permasalahan tertentu. Efek ini timbul karena adanya berbagai potensi baru yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut lgi oleh para negosiator. Efek samping yang dimaksud ini biasanya akan berbentuk penambahan poin perjanjian yang telah dirancang di dalam proses negosiasi sebelumnya dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Dalam praktik negosiasi Fred C. Ikel menyebutkan ada lima tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan suatu negosiasi. Tujuan tersebut adalah extension agreements, normalization of agreements, redistribution agreements, innovation agreements, dan effect not concerning agreements. Praktik negosiasi biasanya memuat beberapa tujuan tersebut sekaligus. Namun tetap ada yang mendominasi sehingga tujuan dari diplomat bernegosiasi dapat diidentifikasi.

Referensi
Fred C Ikle. How Nations Negotiate. New York: Harper and Row. 1964.
R.P. Barston, Modern Diplomacy. Longman Group. 1988.

BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI NEGOSIASI


BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI NEGOSIASI

Pendahuluan
            Tulisan ini memaparkan mengenai beberapa variable yag mempengaruhi negosiasi. Negosia merupakan proses tawar-menawar antara dua pihak atau lebih untuk mencapai suatu kepentingan. Proses negosiasi tersebut, memiliki beberapa variable yang mempengaruhi hasil dari negosiasi tersebut. Tulisan ini mencoba menjelaskan mengenai variabbel tersebut. Penulis mengambil referensi dari bahan yang relevan yaitu dari buku karangan R.P. Barston dalam buku Modern Diplomacy.
Pembahasan
Salah satu instrument dari diplomasi adalah negosiasi. Negosiasi merupakan proses tawar-menawar untuk mencapai suatu kepentingan. Proses negosiasi tersebut terjadi antara dua pihak atau lebih baik negosiasi secara langsung ataupun tidak langsung untuk mencapai suatu kesepakatan. Tujuan utama dari negosiasi tersebut adalah pencapaian kesepakatan dimana setiap pihak akan saling mengedepankan kepentingannya masing-masing. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, maka setiap pihak harus memikirkan tentang prinsip win-win solution.
Negosiasi dipengaruhi oleh tiga variable menurut R.P Barston dalam bukunya Modern Diplomacy. Tiga variable yang mempengaruhi negosiasi tersebut adalah lingkungan negosiasi (setting), asset yang tersedia, dan variable ketergantungan.
Lingkungan negosiasi terdiri dari beberapa faktor yaitu lokasi dilakukannya negosiasi, jenis negosiasi apakah itu negosiasi bilateral ataupun negosisasi multilateral, kemudian kemampuan pihak-pihak dalam membuat aturan atau hubungan pertemanan. Dukungan dalam negeri dan tingkat ketengangan yang terjadi di duania internasional baik langsung maupun tidak langsung. Lokasi tempat negosiasi berlangsung akan berpengaruh terhadap negosiasi, karena masing-masing pihak negosiator menginginkan lokasi-lokasi yang mendukung tercapainya tujuan dari negosiasinya. Negosiasi biasanya dilakukan dalam setting formal, namun tidak jarang juga negosiasi dilakukan dalam setting informal. Setting suasana yang terjadi dalam negosiasi ini berpengaruh terhadap hasil akhir negosiasi. Apabila negosiator mampu menjadikan setting lingkungan menjadi nyaman, maka kemungkinan untuk pencapaian kesepakatan sesuai dengan kepentingan akan tercapai. Jenis negosiasi baik bilateral maupun multilateral memiliki dampak pada agenda serta persiapan pihak-pihak dalam menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk meraih kepentingannya. Pada negosiasi bilateral kedua belah pihak akan fokus pada beberapa agenda dan lebih mudah mencapai kesepakatan, sebaliknya dalam negosiasi multilateral, lebih banyak  pihak yang berkompetisi memajukan kepentingannya sehingga memerlukan waktu yang lebih lama mencapai kesepakatan.
Dukungan dalam negeri memberikan dampak keyakinan yang kuat bagi negosiator untuk menjalani proses negosiasi. Tingkat ketegangan politik internasional juga akan mempengaruhi perilaku negosiator. Semakin tinggi ketegangan maka kesepakatan semakin sulit dicapai dan menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan antar pihak.
Variable yang mempengaruhi negosiasi selanjutnya dalah asset-aset yang tersedia. Maksud dari asset disini adalah kemampuan dari pihak negosiator dalam bernegosiasi. Misalnya saja, kemampuan yang dimiliki oleh negosiator untuk mempengaruhi pihak lain dalam pencapaian politiknya. Selain itu, kedekatan negosiator dengan pusat kekuatan dan kemampuan negosiator untuk mengontrol komunikasi yang terjalin dalam negosiasi mengenai penyelesaian suatu konflik. Dalam hal ini, kemampuan negosiator menjadi hal yang sangat penting, karena apabila mnegosiator tidak handal dalam penyampaian kepentingan, maka tujuan yang ingin dicapai tidak akan sesuai dengan apa yang diinginkan. Negosiator harus memiliki kemampuan negosiasi dan persiapan yang matang.  Selain itu, pengalaman negosiator dalam bernegosiasi menjadi hal yang penting juga. Prestasi yang dimiliki negosiator dalam bernegosiasi akan sangat berpengaruh terhadap mental para negosiator lainnya.
Selanjutnya, variable ketiga adalah factor ketergantungan, yaitu factor-faktor politik internal yang berhubungan dengan masalah pembangunan da pencapaian posisi negosiasi. Factor kohesi terhadap pemerintahan dan unsur-unsur yag terdapat didalamnya juga termasuk ke dalam factor ketergantungan. Sejauh mana posisi membuka diri  dievaluasi kembali, tingkat konsesi, dampak dari umpan balik, dan pengaru-pengaruh eksternal dalam pemerintahan, serta peristiwa-peristiwa lain yang terjadi dalam dunia internasional.
Kesimpulan
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar untuk mencapai suatu kepentingan. Proses negosiasi tersebut terjadi antara dua pihak atau lebih baik negosiasi secara langsung ataupun tidak langsung untuk mencapai suatu kesepakatan. Tujuan utama dari negosiasi tersebut adalah pencapaian kesepakatan dimana setiap pihak akan saling mengedepankan kepentingannya masing-masing. Negosiasi dipengaruhi oleh tiga variable menurut R.P Barston dalam bukunya Modern Diplomacy. Tiga variable yang mempengaruhi negosiasi tersebut adalah lingkungan negosiasi (setting), asset yang tersedia, dan variable ketergantungan.

Referensi
R.P. Barston, Modern Diplomacy.Longman Group. 1988.

Diplomacy and Trade


Diplomacy and Trade


PENDAHULUAN

            Dilihat dari sejarah, perdagangan merupakan bentuk negosiasi awal yang dilakukan yang menguhubungkan negara satu dengan negara lainnya. Melalui perdagangan juga kemudian muncul berbagai perjanjian-perjanjian antar negara. Ini dapat dilihat dari sejarah peradaban  mesir dan Asia. Salah satu contohnya yaitu penjelajahan Vasco da Gama ke Asia yang pada awalnya dengan niat perdagangan.

PEMBAHASAN
             
            Diplomasi didefinisikan sebagai seni dan praktek dari negosiasi dalam mendapatkan kepentingan. Diplomasi biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Negosiasi sebagai instrument daru diplomasi diartikan sebagai tawar menawar yang dilakukan oleh dua pihak yang biasanya mewakili negara atau organiasi. Dalam hal ini mengutamakan kepentingan nasional dari negara yang mereka wakili.
            Sedangkan perdagangan adalah semua tindakan yang tujuannya menyampaikan barang untuk tujuan hidup sehari-hari, prosesnya berlangsung dari produsen kepada konsumen. Di dalam perdagangan terdapat proses tawar menawar yang di dalam kegiatan diplomasi disebut bernegosiasi.
Perdagangan tentu erat kaitannya dengan ekonomi, dimana nantinya akan mengacu pada diplomasi ekonomi. Diplomasi ekonomi didefinisikan sebagai pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan dan advokasi dari negara-kepentingan bisnis pengiriman. Diplomasi ekonomi memerlukan penerapan keahlian teknis yang menganalisis efek dari (Negara Menerima) suatu negara situasi ekonomi pada iklim politik dan kepentingan ekonomi Negara pengirim.  Menurut Baine dan Woolcock (2003, p.3) diplomasi ekonomi didefinisikan sebagai satu set kegiatan (kedua metode tentang dan proses untuk membuat keputusan internasional) yang terkait dengan kegiatan ekonomi lintas batas (ekspor, impor, investasi, pinjaman, bantuan, migrasi) yang dilakukan oleh aktor negara dan non-negara di dunia nyata. 
Selain itu,berkaitan dengan perdagangan dan diplomasi juga dikenal dengan istilah trade negotiation, yaitu proses di mana negara-negara bertemu untuk membahas kemungkinan perdagangan, dengan tujuan mencapai perjanjian perdagangan. Kedua negara memiliki kepentingan dalam negosiasi perjanjian perdagangan yang sukses karena memiliki potensi untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan memungkinkan perusahaan untuk memperluas pasar mereka, tetapi keduanya juga prihatin dengan melindungi perekonomian mereka dan keselamatan. Perundingan perdagangan dapat menjadi sangat kompleks, dan mungkin melibatkan lebih dari dua negara, bersama dengan moderator yang mengambil sikap netral untuk membantu negara-negara mencapai kesepakatan.
Dalam diplomasi modern juga mengejar kepentingan komersial negara mereka. Oleh karena itu dilakukan diplomasi kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional, seperti WTO, GATT ,terdapat peningkatan peran organisasi non-pemerintah (LSM). Barston berpendapat: " “Trade negotiations at Doha involved 21 agenda areas, including carry-over issues from Uruguay Round and core traditional issues as industrial tariffs, market access, agriculture, trade in services, TRIPS etc.” (Barston, 2006, 140).



Kepentingan dagang yang mungkin diperoleh untuk sejumlah alasan, seperti lama hubungan komersial, eksploitasi kewirausahaan pasar luar negeri atau lobi domestik sukses, seperti dalam kasus Eropa, Jepang atau kepentingan pertanian AS.
Dalam perdagangan internasional klasik fungsi diplomasi berada di empat bidang, yaitu aturan multilateral membuat atau mengubah aturan, penciptaan suasana politik yang menguntungkan atau kerangka kerja hukum di tingkat regional, resolusi konflik, pembaharuan perjanjian
            Pengaturan untuk diplomasi perdagangan internasional dibedakan oleh pertumbuhan pasca perang dalam jumlah lembaga multilateral dengan tanggung jawab langsung atau tidak langsung untuk perdagangan (misalnya GATT / WTO, UNCTAD, United Nations Industrial Development Organisation (UNIDO), IFC dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) "(Barston, 2006, 134-135). Diplomasi perdagangan sekarang melibatkan tawar domestik dan internasional. Agenda berikutnya adalah negosiasi diplomasi Perdagangan tentang mengurangi pajak, hambatan non-tarif dll

Pada perundingan perdagangan yang bersifat bilateral, bentuk diplomasi perdagangan antara lain dilakukan melalui promosi perdagangan dan investasi, pembentukan perjanjian perdagangan, dan pertukaran Nota Pembentukan Komisi Bersama

Adapun langkah-langkah strategi yang perlu dilakukan dalam negosiasi perdagangan internasional adalah dengan menciptakan momentum yang menguntungkan bagi kepentingan nasional. Berbagai langkah inovatif strategis yang perlu dilakukan antara lain adalah:
1) dalam kerangka kerjasama perdagangan bilateral dengan penjajagan pembentukan         perdagangan bebas bilateral dengan skema FTA dengan Chile dan Afrika Selatan.
2) menggunakan peningkatan kerjasama perdagangan dengan kerangka ASEAN,   yaitu ASEAN-China dan ASEAN-India.



KESIMPULAN
            Berdasarkan sejarah, perdagangan merupakan bentuk negosiasi awal yang dilakukan yang menguhubungkan negara satu dengan negara lainnya. Melalui perdagangan juga kemudian muncul berbagai perjanjian-perjanjian antar negara. Ini dapat dilihat dari sejarah peradaban  mesir dan Asia. Salah satu contohnya yaitu penjelajahan Vasco da Gama ke Asia yang pada awalnya dengan niat perdagangan.
            Diplomasi biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Negosiasi sebagai instrument daru diplomasi diartikan sebagai tawar menawar yang dilakukan oleh dua pihak yang biasanya mewakili negara atau organiasi. Dalam hal ini mengutamakan kepentingan nasional dari negara yang mereka wakili.
            Sedangkan perdagangan adalah semua tindakan yang tujuannya menyampaikan barang untuk tujuan hidup sehari-hari, prosesnya berlangsung dari produsen kepada konsumen. Di dalam perdagangan terdapat proses tawar menawar yang di dalam kegiatan diplomasi disebut bernegosiasi.


REFERENSI
Barston, RP. 2006. Modern diplomacy, 3rd edition, pearson education limited, harlow