Selasa, 29 Mei 2012

relevansi teori ketergantungan dengan kasus bantuan IMF terhadap negara-negara dunia ketiga


Pendahuluan
            Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap. Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat). Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis.
            Pada dasarnya, pendekatan strukturalisme lebih mengutamakan pada struktur yang terbentuk dalam hubungan internasional bukan seperti perspektif realis dan liberalis yang lebih mengutamakan aktor dalam hubungan internasional. Terdapat beberapa teori yang relevan dalam perspektif ini, namun pada tulisan ini, penulis mencoba memaparkan mengenai relativitas teori dependensia dengan kasus bantuan International Monetary Fund (IMF) terhadap negara-negara dunia ketiga.

Pembahasan
            IMF telah dibuat pada akhir Perang Dunia Kedua di konferensi Bretton Woods. Awalnya, tujuan utama dari IMF adalah mengawasi fungsi sebuah rezim kurs tetap. Untuk membuat ini bekerja rezim, IMF adalah untuk mengorganisir dukungan jangka pendek untuk anggota yang menghadapi krisis neraca pembayaran. Seiring waktu, rezim nilai tukar berantakan. Namun oleh, maka IMF telah membuktikan dirinya berharga di negara memberikan bantuan menghadapi krisis neraca pembayaran, dan telah terus memainkan peran sentral dalam situasi ini.
Fungsi utama IMF untuk membantu negara-negara berkembang dalam perekonomian, terutama negara-negara yang sedang mengalami krisis keuangan. Negara Indonesia adalah salah satu negara yang menggunakan jasa IMF untuk mengembangkan negaranya. Dengan bantuan dana dari IMF, maka negara Indonesia mampu meningkatkan perekonomian dan pembangunan negaranya. Sejak pemerintahan masa orde baru, Indonesia menggunakan jasa IMF ini, akan tetapi, dengan meminjam dana kepada IMF, perekonomian negara Indonesia akan tergantung kepada IMF karena Indonesia diharuskan membayar utang kepada IMF. Sampai sekarangpun, Indonesia masih memiliki ketergantungan dengan IMF.
Dalam IMF sendiri, terdapat berbagai struktur-struktur yang mengatur mengenai keputusan-keputusan yang akan dilaksanakan oleh IMF. Negara-negara anggota IMF, memiliki masing-masing perwakilan di struktur organisasi IMF. Dalam kasus IMF, negara-negara yang diwakili oleh direktur eksekutif yang membentuk Dewan Eksekutif (EB). Salah satu pertanyaan penting adalah apakah negara dapat mengubah usulan staf, atau apakah mereka akan disajikan dengan mengambil atau tidak ditawarkan. Secara teknis, Dewan memiliki hak untuk melakukan apa yang diinginkan, sehingga bisa mengubah proposal. Tapi dalam prakteknya, amandemen akan kontroversial dan rumit, dikenakan tuduhan campur tangan politik. Karena kondisi yang telah disepakati dalam negosiasi sebelumnya dengan negara pinjaman, upaya untuk mengubah akan berarti mengirim kembali staf atau negosiasi ulang. Pertimbangan ini berarti bahwa, dalam prakteknya, Dewan hampir tidak pernah mempertimbangkan usulan amandemen staf. Karena itu penyederhanaan tampaknya masuk akal untuk menganggap bahwa proposal kepada Dewan. Set sederhana sampai mengarah ke beberapa proposisi tentang otonomi staf, dipahami sebagai kemampuan staf untuk mempengaruhi isi dari program pertama, kita dapat mengamati bahwa pengaruh staf ini akan naik ketika status quo sangat tidak disukai oleh sebagian besar negara. Dalam hal ini, hampir setiap usulan akan mampu memperoleh suara mayoritas, sehingga staf dapat menyajikan sesuatu yang mendekati titik ideal mereka.

Pengamatan ini dapat membawa kita untuk menyarankan, misalnya, bahwa pada saat krisis yang mengancam sistem keuangan internasional, staf IMF akan memiliki pengaruh yang substansial, sebagai direktur eksekutif akan ingin pindah dari status quo. Di sisi lain, ketika berhadapan dengan negara-negara peminjam yang relatif kecil, atau dengan masalah-masalah kronis yang tidak menimbulkan ancaman langsung terhadap sistem internasional, direktur eksekutif lebih bersedia untuk hidup dengan status quo. Dalam hal ini, staf harus lebih menaruh perhatian pada preferensi para direktur eksekutif , efektif membatasi otonomi.
Pengamatan kedua adalah bahwa preferensi distribusi antara negara-negara akan memiliki implikasi untuk mempengaruhi staf. Ketika preferensi negara berbeda, membentang sepanjang kontinum seluruh kebijakan, ada lebih mungkin berbagai proposal yang bisa mendapatkan persetujuan mayoritas.
Oleh karena itu, pemahaman keputusan awal Dana untuk menggunakan persyaratan dan prosedur yang dikembangkan untuk mengatur kondisi menerangi aspek penting dari masalah keagenan. Keputusan-keputusan awal juga penting karena prosedur telah berubah sangat sedikit selama lima puluh tahun terakhir, meskipun perubahan besar dalam isi kondisi, skala pinjaman, dan berbagai negara yang terlibat.
Pengembangan prinsip persyaratan bergandengan tangan dengan pergeseran tanggung jawab dari Dewan untuk staf. Dalam dua tahun pertama Dana, direktur eksekutif memainkan peran aktif dalam negosiasi, menuju misi lapangan.
Diskusi singkat ini dapat memberikan hanya merasakan bagaimana orang akan pergi tentang penerapan perspektif neo liberal untuk mempelajari lembaga pendidikan tertentu.
Hal pertama yang membutuhkan spesifikasi yang mendasari pola minat dan perhatian pada bagaimana kepentingan berinteraksi dalam suasana yang dilembagakan. Kita bisa menarik kesimpulan dari analisis sederhana, dalam hal ini tentang variasi dalam tingkat otonomi kelembagaan dari kepentingan negara anggota. Mereka yang berkonsentrasi pada IMF sebagai birokrasi akan mempertimbangkan bagaimana birokrat di IMF bisa menggunakan persyaratan untuk meningkatkan kekuatan mereka, legitimasi atau hadiah moneter.
Relevansi perspektif strukturalis terhadap IMF
            Salah satu teori yang digunakan dalam strukturalisme adalah teori depedensi atau teori ketergantungan. Teori Ketergantungan Membagi dunia menjadi dunia maju dan negara Dunia Ketiga dimana negara Dunia Ketiga akan selalu tergantung pada negara maju, dan ketergantungannya itu dimanfaatkan oleh negara maju untuk mengeksploitasi mereka. Bagaimanapun perkembangan dunia modern, hubungan antar negara akan selalu diwarnai dengan ketidaksederajatan sosial, akan selalu ada ‘yang mendominasi’ dan ‘yang didominasi’, seperti yang diungkapkan oleh ide dasar Marxisme. Ketidakmerataan ini bukan tidak mungkin akan menimbulkan struktur-struktur baru terkait dengan terus berkembangnya praktik eksploitasi, dari yang dulunya antar buruh-pemilik modal, lalu berkembang menjadi hubungan antar koloni-penjajah yang sekarang juga diikuti oleh kolonialisme gaya baru yang kemudian oleh Wallerstein diterjemahkan ke dalam analogi eksploitasi core-periphery. Berbeda dengan  perspektif realisme dan liberalism, yang melihat HI sebagai interaksi politik, maka marxisme dan strukturalisme ini lebih melihat dunia dalam sistem ekonomi. Walaupun pemikiran Marxis ini dianggap oleh sebagian besar telah luluh oleh runtuhnya Soviet, tetapi kenyataan akan adanya eksploitasi antar kedua kelas ini tidak akan pernah hilang walaupun impian Marx tentang dunia tanpa kelas menurut saya tidak kurang utopisnya dari utopis perdamaian abadi ala liberalisme. Marxisme juga berlawanan dengan konsep anarki ala realis, dan tidak sependapat dengan kerjasama ala liberalis, mengingat bahwa konstelasi dunia tidak akan terlepas dari konflik antar kelas.
Jika merunut kaitan antara marxisme dan strukturalisme maka kedua term di atas dapat ditarik garis singgung. Keduanya sama-sama berbicara tentang struktur yang ada dalam suatu entitas, bila marxisme berbicara tentang struktur dalam negara, maka strukturalisme lebih melihat kerangka sistem dunia.



Dapat juga dikatakan bahwa pemikiran Marxis lah yang membangun pemikiran struktural. Walaupun berbicara tentang negara, namun saya lihat Marxis sangat skeptis terhadap eksistensi negara, terutama karena negara tidak menghalangi eksploitasi kapitalisme, juga kenyataan bahwa kaum proletar yang tidak menguasai faktor-faktor produksi, yang demikian juga tidak menguasai ekonomi-politik,telah termarjinalkan oleh kekuasaan negara.
            Dengan kata lain, strukturalis menyimpulkan bahwa keadaan atau fenomena-fenomena yang terjadi dalam dunia internasional ini telah terstruktur dan dibentuk. Seperti dalam kasus IMF, negara-negara dunia maju mencoba membuat negara-negara dunia ketiga memiliki ketergantungan dengan negara maju melalui pemikiran-pemikiran dan ajaran-ajaran dari negara maju. Negara maju, mengatakan bahwa negara dunia ketiga seharusnya menjadi negara yang lebih modern dengan cara menjadi negara industry. Menjadi negara industry membutuhkan modal, dan modal itulah yang kemudian dipinjamkan oleh IMF kepada negara dunia ketiga, sehingga negara dunia ketiga memiliki ketergantungan dengan negara maju. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa fenomena yang terjadi dalam IMF ini, telah di struktur oleh negara maju.
Simpulan
            Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap. Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan.

0 komentar:

Posting Komentar